Kamis, 20 Maret 2014

Info seputar teknology



Memanfaatkan Tenaga Listrik Otak

Dengan menggunakan teknologi yang memanfaatkan tenaga listrik otak, seorang pasien yang mengalami kelumpuhan suatu hari bisa "memikirkan" kakinya untuk bergerak.

Para peneliti di Universitas Californ
ia bagian Neurosains Komputasional telah mengembangkan teknologi yang untuk pertama kalinya memperkenankan para dokter dan ilmuwan untuk secara non invasif mengisolasi dan mengukur aktifitas listrik otak pada orang-orang yang sedang bergerak.

Teknologi ini merupakan komponen kunci sejenis antarmuka komputer otak yang akan memungkinkan eksoskeleton robotik yang dikontrol oleh pikiran pasien untuk menggerakkan anggota badan pasien tersebut, kata Daniel Ferris yang merupakan profesor di School of Kinesiology Universitas Michigan dan penulis makalah yang menjabarkan penelitian tersebut.

"Tentu saja hal tersebut tidak akan langsung terjadi tapi satu langkah menuju situasi di mana hal itu mungkin dilakukan ialah kemampuan untuk merekam gelombang otak ketika seseorang sedang bergerak," kata Joe Gwin yang merupakan penulis pertama makalah tersebut dan seorang lulusan peneliti mahasiswa tingkat doktoral di School of Kinesiology dan Bagian Mekanika Rekayasa. Demikian seperti yang dikutip dari Physorg, Selasa (02/11/10).

Dengan teknologi ini, para ilmuwan dapat menunjukkan bagian-bagian otak yang diaktifkan dan tepatnya kapan bagian-bagian tersebut diaktifkan ketika para subyek bergerak dalam lingkungan alami. Sebagai contoh, ketika kita berjalan, sinyal-sinyal yang berasal dari bagian-bagian tertentu di otak yang berfungsi sebagai pesan akan dikirimkan dari otak menuju otot-otot. Jika para ilmuwan mengetahui di mana impuls otak terjadi, mereka bisa menggunakan informasi letak tersebut untuk mengembangkan berbagai aplikasi. Sebelumnya para ilmuwan hanya bisa mengukur aktifitas listrik otak pada pasien-pasien yang tidak bergerak.

Ferris mengibaratkan pengisolasian aktifitas listrik otak ini seperti menempatkan sebuah mikrofon di tengah-tengah sebuah simfoni untuk membedakan hanya instrumen-instrumen tertentu di wilayah-wilayah tertentu, misalnya obo di kursi pertama, atau biola. Selayaknya dalam sebuah orkestra, ada banyak sumber suara dalam otak yang menghasilkan aktifitas listrik berlebihan, atau derau. Bahkan elektroda itu sendiri menghasilkan derau atau noise ketika bergerak dalam kaitan dengan sumbernya.

Para peneliti mengidentifikasi aktifitas otak yang akan diukur dengan cara melekatkan banyak sensor ke subyek yang sedang berjalan atau berlari pada alat treadmill. Kemudian mereka menggunakan pencitraan resonansi magnetik pada bagian kepala untuk mengetahui dari bagian otak mana aktifitas listrik tersebut berasal. Dengan cara ini, para ilmuwan bisa melokalisasi sumber-sumber aktifitas otak yang ingin diketahui dan mengabaikan aktifitas lain jika tidak berasal dari otak.

Ferris yang juga memiliki posisi di rekayasa biomedis mengatakan ada sekumpulan alasan para ilmuwan bisa melakukan tipe pengukuran ini sekarang ketika hal tersebut tak mungkin dilakukan beberapa tahun lalu. Para kolega di Swartz Center for Computational Neuroscience menemukan alat komputasional untuk melakukan pengukuran secara non invasif pada orang-orang, dan tanpa alat tersebut pengukurannya menjadi sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Kedua kelompok peneliti kemudian berusaha ke depan dan mencoba pengukuran tersebut pada subyek-subyek yang sedang berjalan atau berlari.

Lagi pula, elektroda sudah lebih sensitif dan memiliki sinyal yang lebih baik terhadap rasio derau, katanya.

Pihak militer juga tertarik dengan jenis teknologi ini yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan performa tentara dengan cara memonitor aktifitas otak para tentara di lapangan untuk mengetahui kapan para tentara sedang dalam performa puncak. Teknologi tersebut bisa juga membantu pihak militer memahami bagaimana informasi bisa dengan cara terbaik diberikan dan ditangani oleh para tentara.

Malahan, industri atau organisasi manapun yang tertarik untuk memahami bagaimana otak dan tubuh berinteraksi, bisa mengambil manfaat dengan mengetahui bagaimana otak berfungsi selama melakukan aktifitas yang ditentukan.

"Kami bisa membayangkan otak para pasien dengan jenis gangguan neurologis berbeda, dan kami mungkin bisa menargetkan rehabilitasi kepada kelompok pasien yang menunjukkan gejala-gejala yang sama," tutur Gwin. "Jika kita bisa membayangkan otak tersebut saat menjalani beberapa rehabilitasi ini, kami bisa mendesain perawatan-perawatan yang lebih baik."

Sumber sainspop.blogspot.com 


Teknologi Laser Diagnosa Penyakit Tanpa Rasa Sakit
Laser yang tak menyebabkan rasa sakit bisa mendeteksi gejala-gejala awal penyakit.

Alat penghasil sinar laser yang tidak menyebabkan rasa sakit dan yang mudah dibawa kemungkinan segera menggantikan sinar-X dalam mendiagnosa penyakit dengan cara non invasif (tidak masuk dalam tubuh dengan suntikan atau pembedahan).

Para peneliti mengatakan bahwa teknologi tersebut bisa tersedia secara menyeluruh dalam waktu lima tahun.

Metode tersebut yang disebut spektroskopi Rasman dapat membantu menemukan gejala-gejala awal kanker payudara, pembusukkan gigi dan osteoporosis.

Para ilmuwan meyakini bahwa teknologi tersebut akan membuat proses diagnosa penyakit lebih cepat, lebih murah dan lebih akurat.

Spektroskopi Raman merupakan pengukuran intensitas dan panjang gelombang sinar terpencar molekul-molekul.

Metode tersebut sudah digunakan dalam industri kimia dan farmasi. Sebagai contoh, laser Raman digunakan untuk mengukur karakteristik nyala api. Dengan mempelajari bagaimana bahan bakar terbakar bisa meminimalisasi polusi hasil pembakaran.

Michael Morris yang merupakan seorang profesor di Universitas Michigan A.S. telah menggunakan Raman selama beberapa tahun belakangan ini untuk mempelajari tulang manusia.

Selama ini dia menggunakannya pada tubuh-tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi, tapi dia mengatakan bahwa Raman bisa terbukti efektif pada pasien-pasien yang masih hidup.

"Anda bisa menggantikan banyak prosedur diagnosa yang ada sekarang ini. Keuntungan besarnya ialah bahwa metode tersebut non invasif, lebih cepat dari prosedur-prosedur klasik dan lebih akurat," katanya, seperti yang dilansir oleh BBC.

Ketika seseorang sakit, atau akan segera sakit, campuran kimia pada jaringan/tisu (istilah biologi yang berkaitan dengan sel-sel) agak berbeda dengan jaringan yang sehat, kata para ilmuwan. Jadi, perubahan spektrum Raman tergantung pada jaringan yang dianalisanya, menurut penjelasan Profesor Morris.

Raman menyediakan sidik jari molekular yaitu komposisi apa saja yang diukurnya," jelasnya.

"Dalam keadaan sakit, komposisi kimia agak tidak normal atau sangat tak normal tergantung pada penyakitnya."

Non Invasif

Diagnosa-diagnosa bisa dilakukan dalam hitungan menit dan tanpa sinar-X.

"Seorang pasien hanya menaruh pergelangan tanganya di atas meja kemudian ada serat optik yang mengantarkan cahaya laser yang terhubung dengan alat semacam gelang yang terbuat dari silikon yang terpasang pada pergelangan tangan pasien," Profesor Morris menjelaskan.

"Kami menghidupkan lasernya dan setelah mengumpulkan cukup sinyal dalam beberapa menit, lasernya kami matikan. Pada prinsipnya, akan memakan waktu beberapa detik untuk menginterpretasikan hasilnya."

Di samping penyakit-penyakit tulang, alat tersebut bisa terbukti efektif mendekteksi pembusukan dini gigi, kata para peneliti.

Pengambilan darah pun mungkin tidak diperlukan lagi dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya untuk menentukan tingkat kolesterol, seseorang hanya perlu mengarahkan lasernya "ke bagian yang biasanya digunakan untuk mengambil sampel darah yaitu di lekukan lengan yang merupakan tempat terdekat pembuluh darah dengan kulit," kata Morris.

Aplikasi-aplikasi Baru

Aplikasi lain bisa menggunakan Raman sebagai alternatif non invasif dari mammografi umum yaitu proses yang menggunakan dosis rendah sinar-X untuk mendeteksi gejala-gejala kanker payudara.

Laser akan "melihat" ke dalam jaringan dan mengeluarkan spektra berbeda yaitu distribusi warna yang merefleksikan perbedaan pada sifat-sifat jaringan.

Para peneliti Ingris di Laboratorium Rutherford Appleton di Didcot dan di Rumah Sakit Gloucestershire Royal telah menggunakan Raman untuk menganalisa kalsifikasi dalam jaringan payudara yang mungkin merupakan gejala-gejala awal kanker payudara.

"Kami bisa menargetkan kalsifikasi-kalsifikasi tersebut dan memutuskan apakah mereka jinak atau ganas," kata Nicholas Stone yang merupakan kepala unit penelitian biofotonik di Rumah Sakit Gloucestershire Royal kepada reporter majalah Chemical and Engineering News.

"Jika kalsifikasi-kalsifikasi itu ganas atau cenderung seperti itu, anda akan datang kembali untuk melakukan biopsi. Jika kalsifikasi-kalsifikasi tersebut jinak, yang persentase kasusnya sekitar 80 hingga 90%, anda tak akan datang kembali untuk melakukan biopsi."

"Di Inggris saja, hal tersebut akan menghindarkan 80.000 pasien untuk melakukan prosedur-prosedur tambahan."



Robot Menggunakan Tangannya Untuk "Berpikir"
Koginisi tindakan-terpusat merupakan konsep terobosan dalam dunia robotika di mana robot belajar untuk "berpikir" dalam pengertian tindakan apa yang bisa dilakukanya terhadap suatu obyek.

Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata, terlebih khusus jika anda adalah sebuah robot. Setidaknya itu merupakan teori yang disodorkan oleh upaya besar Eropa untuk mengembangkan pendekatan yang sepenuhnya baru dalam kognisi robotika.

Proyek PACO-PLUS berusaha untuk menguji suatu teori terobosan yang disebut "kompleks-kompleks tindakan-obyek" (KTO). KTO merupakan unit-unit "memikirkan dengan cara melakukan". Pada dasarnya pendekatan ini merancang perangkat lunak dan perangkat keras yang memperkenankan robot tersebut berpikir tentang obyek-obyek dalam pengertian tindakan-tindakan yang bisa dilakukan terhadap obyek tersebut.

Sebagai contoh, sebuah robot bisa melihat segalanya. Jika sebuah obyek memiliki sebuah gagang, robot tersebut bisa juga memegangnya. Jika obyek tersebut memiliki sebuah lubang, robot tersebut mungkin bisa mencocokkan sesuatu pada lubang itu atau mengisinya dengan cairan. Jika obyek itu memiliki penutup atau pintu, robot tersebut mungkin dapat membukanya.

Jadi, obyek-obyek memiliki arti atau diartikan oleh jangkauan tindakan-tindakan memungkinkan yang bisa dilakukan oleh robot terhadap obyek-obyek itu. Hal ini membuka cara yang lebih menarik bagi robot untuk berpikir secara independen karena hal itu membantu menumbuhkan kemungkinan perilaku yang berkembang yaitu perilaku-perilaku kompleks yang timbul secara spontan karena aturan-aturan sederhana.

Alam semesta kita mendemonstrasikan kompleksitas mengagumkan dari segenggam konstanta-konstanta universal dan DNA yang hanya terdiri dari empat basa, tapi dari semuanya muncul kehidupan. Para peneliti di PACO-PLUS berharap untuk mengimitasi pada level tertentu tingkat kompleksitas tersebut yaitu kompleksitas yang muncul dari kesederhanaan tersebut.

Dalam beberapa cara, pendekatan mereka mengimitasi proses belajar para bayi. Ketika menemukan obyek baru, bayi akan langsung memegangnya, memakannya, atau membenturkannya dengan obyek lain. Karena mereka belajar dari coba-coba misalnya tiang yang bulat akan masuk pada lubang bulat maka jangkauan tindakan akan meluas.

Memperhatikan orang lain juga menambah pemahaman anak dan kemudian anak tersebut mulai menggunakan tindakan dengan kombinasi untuk menyelesaikan tujuan yang lebih kompleks misalnya memegang gagang pintu lalu memutarnya.

PACO-PLUS mengambil keuntungan dari strategi-strategi yang telah dibuktikan ini untuk memungkinkan robot-robot mengajarkan diri mereka sendiri dengan cara belajar dari pengamatan dan pengalaman mereka. Sebagai kunci bagian strategi tersebut, PACO-PLUS menyelenggarakan kebanyakan karyanya dengan robot-robot Humanoid yaitu robot-robot yang bentuknya menyerupai manusia.

"Robot-robot humanoid merupakan wujud buatan dengan kemampuan-kemampuan penuh motorik yang kompleks dan perseptual yang menjadikan mereka bidang eksperimental yang sangat cocok untuk mempelajari kognisi dan pemrosesan informasi kognitif", kata Tamim Asfour yang merupakan pemimpin Kelompok Penelitian Humanoid di Institut Antropometrik di Institut Teknologi Karlsruhe Jerman dan merupakan rekan koordinator proyek PACO-PLUS.

"Karya kami mengikuti Rodney Brooks yang merupakan orang pertama yang secara eksplisit mengatakan bahwa kognisi ialah sebuah fungsi persepsi kita dan kemampuan kita untuk berinteraksi dengan lingkungan kita. Dengan kata lain, kognisi muncul dari wujud serta keberadaan kita dalam lingkungan."

Brooks yang mempublikasikan karyanya yang paling berpengaruh pada tahun 1980an, meyakini bahwa bergerak dan berinteraksi dengan lingkungan merupakan masalah-masalah yang sulit dalam evolusi biologis, akan tetapi pada saat suatu spesies mencapainya, akan sangat mudah untuk "mengevolusikan" penalaran simbolik tingkat tinggi pikiran abstrak. Brooks meyakini bahwa kecerdasan yang tidak berwujud merupakan masalah yang tak mungkin dipecahkan.

Hal ini membalikkan pendekatan yang diambil oleh "intelegensi buatan". IB meyakini jika anda mengembangkan cukup kecerdasan, pikiran mesin akan mampu merasakan dan memecahkan masalah, sedangkan kognisi robotika meyakini bahwa jika anda mengembangkan persepsi dan interaksi yang berguna, kecerdasan akan muncul secara spontan.

Penilaiannya masih membutuhkan informasi lebih untuk menentukan mana yang benar, tapi fakultas kognisi robotika didukung oleh biologi dan sekarang menangani pula proyek PACO-PLUS.

Dalam tahapan maju, belum ada calon robot seperti dalam film "I Robot". Walaupun interpretasi Hollywood masih jauh, aplikasi-aplikasi dan contoh-contoh yang dikembangkan oleh PACO-PLUS menunjukkan bahwa barangkali saat ini kita sudah berada di jalur yang benar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar