Dalam legenda
Puteri hijau dikisahkan bahwa dirinya adalah Puteri yang sangat cantik jelita,
dengan tubuhnya mengeluar pamor warna kehijauan. Dan kecantikannya terkenal
sampai ke seantero Nusantara dan telah membuat kepincut Sultan Aceh yang ingin
meminangnya.
Tetapi pinangan itu ditolak (dengan alasan yang tidak
Jelas) sehingga membuat Sultan Aceh merasa tersinggung, lalu menyerang Benteng
Putri Hijau .
Diluar dugaan Benteng itu ternyata sangat kuat, sehingga
Sultan Aceh gagal menembusnya. Kekuatan benteng itu menggambarkan bahwa Putri
Hijau itu terkait pada sebuah kerajaan yang cukup besar artinya Putri
Hijau bukan dari kalangan masyarakat bawah.
Akhirnya Pasukan Sultan Aceh berhasil menguasai Benteng.
Setelah pasukan Aceh menembaki Benteng dengan ribuan Koin Emas yang membuat
pasukan Benteng Putri Hijau kacau balau dan saling berebutan koin emas.
Dan selanjutnya dalam
legenda Putri Hijau ada dua Versi dimana versi pertama mengatakan dia dibawa
Saudaranya yang berbentuk Ular Naga yang bernama Ular Simangombus dan kini
bersemayam di sekitar Pulau Berhala. Akan tetapi dalam versi lainnya dia sempat
di tawan Sultan Aceh sebelum akhirnya hilang di bawa badai di Selat Sumatra.
Di perkirakan kejadian ini berlangsung di Abad 15 sampai abad ke
16 dimana saat itu adalah saat paling berdarah di Sumatra dan Semenanjung
Malaya (wikipedia.org).
Tapi siapakah sebenarnya Putri Hijau?
Beberapa Sumber mengatakan bahwa benteng Putri Hijau itu
adalah pusat kerajaan Haru (Aru) sebelum di hancurkan oleh Pasukan
Multinasional Aceh.
Menurut Tengku Luckman Sinar Legenda Puteri Hijau, bila
dikaitkan dengan sejarah Kerajaan Haru, maka yang di maksud dengan Putri Hijau
adalah Istri dari Raja Haru yang bentengnya berhasil di tembus oleh Aceh karena
berhasil menyuap Panglima haru dengan Emas (Mengutip catatan Pinto), yang
akhirnya mengungsi menggunakan perahu yang berkepala Naga, Meriam itu
menurutnya adalah Hadiah dari Portugal.
Sementara menurut
Pinto perang Kerajaan Batak dengan Raja Aceh juga adalah karena Raja Batak menolak
menceraikan Istrinya yang sudah di nikahinya selama 26 tahun untuk memenuhi
permintaan Raja Aceh, agarRaja Batak dapat menikahi Saudari dari Raja Aceh.
Ya itulah alasan di balik perang Batak melawan Aceh ada keterlibatan wanita dan
pada titik ini tidak sejalan dengan Legenda Putri Hijau yang berkata
sebaliknya.
Hal yang sangat
menarik sebenarnya jika sampai Sultan Aceh (yang Islam) mau mengorbankan
Saudarinya untuk menikah dengan Raja Batak (yang disebut Kafir – meskipun sudah
disebut dipengarushi Islam) juga menimbang usia Raja yang pastinya tidak muda
lagi (mengingat perkawinannya sudah menginjak usia 26 tahun) seperti di
catat Pinto.
Akan tetapi jika
bandingkan dengan Budaya Batak Sekarang yang menganut system Dalian Na Tolu
(Rakut Sitelu, Tolu Sahundulan) tetunya ada keterkaitan, mengingat ini adalah
posisi tawar yang kuat agar Raja Batak menjadi anak boru (Anak Beru) dari
Sultan Aceh yang artinya dengan mengikuti jalur budaya maka Raja Batak akan
tunduk dengan sendirinya dengan Sultan Aceh tanpa harus berperang ( Karena Aceh
Menjadi Hula-Hula/Tondong/Kalingbubu Raja Batak). Dan dibalik ini Raja Batak
mempunyai Koalisi
yang besar.
Masih menurut Menurut Tengku Luckman Sinar nama Sultan Aru
pada tahun 1477-1488 M adalah Maharadja Diraja, putera Sultan Sujak yang turun
dari “Batu Hilir dikata Hulu, Batu Hulu dikata Hilir”. Menurutnya “mungkin pada
kalimat itu, yang dimaksudkan adalah “Batak Hilir dikata Hulu, Batak Hulu
dikata Hilir”.” Kata “Batak” sengaja dihilangkan karena maknanya bisa
mengandung penghinaan, mengingat nama “Batak” pada saat itu menunjukkan pada
pengertian “terbelakang”, orang-orang pedalaman di gunung yang belum memeluk
Islam. Jadi, orang Haru awalnya berasal dari pegunungan, turunan Batak, yang
kemudian masuk Islam menjadi Melayu.
Jadi opini diatas jelas menunjukkan bagaimana sebenarnya
dekatnya hubungan Putri Hijau dengan Batak tempo dulu sehingga sering terdengar
Aru (Haru) sebagai Kerajaan Batak (kemungkinan ini terjadi pada saat Pra
“Pengungsian” ke Pusuk Buhit).
Dari Nama Saudara
Putri Hijau dalam legenda itu yaitu Naga Pangombus yang bersemayam di
Selat Malaka mengingatkan kita pada Legenda Naga Padoha (disebut juga Siraja Padoha) yang
kepala ada di Ulu Darat di Sianjur Mula-Mula – Samosir dan ekornya ada di selat
Malaka yakni Penjaga Banua Tonga yang di benamkan oleh Boru Deak Parujar dalam
Legenda Boru Deak Parujar. Legenda yang bertalian diantara kebetulan atau
kesengajaan.
Lalu dimanakah letaknya Kerajaan Batak dan Aru?
Menurut Catatan Tomi Pires (dalam Buku Suma Oriental) bahwa
Kerajaan Batak itu ada diantara Kerajaan Pase dan Kerajaan Aru, sementara menurutnya
Kerajaan Batak memiliki sebanyak tiga puluh empat sampai empat puluh
“lancharas”, yang keluar melalui saluran sungai yang ada di negaranya, dan
tidak ada yang hidup di pantai kecuali pengamat untuk melihat yang pergi dan
datang. Artinya kerajaan ini tidak mempunyai pelabuhan laut.
Dan Pires menyebutkan bahwa Raja Aru tinggal di pedalaman
dan dia menyebutkan daerah Aru meliputi sebagian Minangkabau, dan di sana
mereka memiliki sungai sangat besar sepanjang pedalaman pulau Sumatera
dan dapat dilalui kapal, dan dari tempat-tempat mereka mendapatkan kain untuk
pakaian mereka dan kebutuhan lainnya. Dan William Marsden dalam The history of
Sumatra mengindikasikan Aru sebagai tanah Rao.
Pires menyebut Aru sebagai Kerajaan sangat Besar, akan
tetapi saat perang Aru dengan Aceh dia hanya mempunyai 6000 tentara tanpa ada
orang asing, bandingkan dengan Raja Batak Paska Jatuhnya bagian terbesar dari
negerinya (apakah ini Benteng Putri Hijau?) Raja Batak masih mempunyai 8000
pasukan Batak ditambah alliasi menjadi (15000 orang) saat menyerang Aceh
(merujuk catatan Pinto).
Dalam Catatan Pinto juga disebutkan bahwa Aru telah
mempunyai pelabuhan yang di singgahi Pinto sebelum meneruskan perjalanan ke
Tanah Batak bernama Soratilu, sementara merujuk catatan Pires kerajaan Batak
diantara Pase dan Aru tidak mempunyai pelabuhan.
Pinto juga menuliskan bahwa tentara Aceh yang dipimpin oleh
Heredin Mahomet, saudara Ipar dari Sultan Aceh, dengan menikahi Saudarinya, dan
adalah gubernur dari kerajaan Barus. Kapal Armada Aceh dengan 12 Ribu pasukan
(4000 adalah orang asing) ini dengan tiba pada sungai Panetican dimana Raja Aru
Menghadapi mereka dengan 6000 orang pasukannya tanpa ada orang asing. Dan musuh
(Aceh) menemukan Benteng berparit sebagai pertahanan Aru.
Akhirnya Aceh menyerang benteng mereka dengan serangah
dahsyat dari sisi perairan. Dan Aru berhasil bertahan di sisi kedua benteng dan
menyebabakan kerugian besar pada Pihak Aceh. Sehingga akhirnya Aceh mampu
menyuap Panglima Aru, yang mau menerima emas dari Aceh, yang
mengakibatkan jatuhnya benteng itu ke Aceh, Dan Ratu Aru masih bergerilya paska
kejatuhan benteng itu dan akhirnya mengungsi dengan kapal berlambang Naga ke
Malaka (Lambang Legenda Ular Naga Simangombus - seperti argumen Tengku Luckman
Sinar).
Sementara Benteng Putri Hijau ada di pedalaman Sumatra
Utara (Deli Tua) saat ini sehingga tidak memungkinkan terjadi pertempuran di
perairan.
Dan dalam pertemuan
antara utusan Raja
Batak bernama: Aquarem Dabolay dengan Pedro de Faria,wakil
Portugal di Malaka tahun 1539 (The voyages and adventures of Fernand Mendez
Pinto. Done into Engl. by, Volume 3 hal. : 15). Diceritakan bahwa ada 3 Anak Raja Batak yang
tewas dalam sebuah pertempuran yang disebut-sebut Paling Berdarah dengan
Pasukan Aceh di daerah yang disebut “Jacur” dan “Lingua”, jumlah yang tepat
dengan 3 bersaudara dalam Legenda Putri Hijau yang punya 2 saudara yaitu Naga
Mangombus dan Meriam Puntung. Meski agak berbeda dengan apa yang ditulis Pinto
bahwa yang tewas itu adalah 3 Putra (anak lelaki) Raja Batak.
Kalau ini
terjadi maka adalah logis jika urutan ceritanya adalah Sultan Aceh ingin
meminang Putri Hijau setalah benteng jatuh dan Sang Putri tertawan oleh
(Pasukan) Sultan Aceh pasca berundurnya Pasukan Raja Batak dari
Benteng itu, sehingga tolakan atas Pinangan Sultan Aceh sangat masuk akal
karena penyerangan itu telah membuat tewasnya 2 saudaranya Putri Hijau.
Peta pada gambar terlampir mengindikasikan letak Kerajaan
Aru (Haru) menurut perjalanan Marcoplo. Sementara Deli kemungkinan besar belum
ada waktu itu.
Sumber : batak.web.id